Pada zaman dahulu kala, ada seorang pembuat tikar yang
sangat miskin. Dia tinggal di tepi hutan bersama istrinya, tanpa tetangga
satu pun yang dia miliki. Setiap hari pekerjaannya hanyalah memotong buluh/bambu di
hutan kemudian menganyamnya menjadi tikar. Lalu tikar yang dia buat dijualnya
ke pasar untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari.
Pada suatu hari ketika dia pergi ke hutan untuk memotong bambu,
dia mendengar ada suara minta tolong. Lalu dia pun mencari-cari dari mana arah
suara itu berasal. Ternyata itu adalah suara seekor ular yang terjepit di
antara belukar ranting-ranting pohon bambu. Lalu dia pun menyelamatkan ular itu untuk melepaskan
diri. Ternyata, ular tersebut adalah ular ajaib. Si pembuat tikar lalu diberi permintaan apapun oleh si ular ajaib tersebut.
“Aku ingin punya rumah yang megah dan jadi orang kaya”. Kata
pembuat tikar.
“Baiklah, permintaan mu akan dikabulkan”. Kata si ular.
Benarlah demikian, setelah itu.. si pembuat tikar memiliki
rumah yang cukup megah dan mewah. Bahkan kemegahan rumah yang dimilikinya
dapat menyaingi indahnya sebuah kerajaan.
“Hai suami ku, apa gunanya kita memiliki rumah megah dan
jadi orang kaya, jika tak ada satupun orang yang menghormati kita? Lihatlah,
kita hidup sendiri di pinggir hutan. Kau pergilah lagi menemui ular itu,
mintalah sesuatu lagi padanya..”. kata sang istri.
Lalu si pembuat tikarpun kembali pergi ke hutan menemui ular
ajaib itu.
“Apa lagi yang kau butuhkan?”. Tanya si ular.
“Aku ingin hidup mewah dan di hormati oleh banyak orang. Lihatlah,
rumah ku ada di pinggir hutan. Semegah apapun bangunannya, tak ada yang akan
melihatnya”. Kata si pembuat tikar.
“Baiklah.. dengan seizin dari yang maha kuasa, besok
permintaanmu akan dikabulkan. Sekarang pulanglah’’. Kata si ular. Lalu si
pembuat tikar pun kembali pulang ke rumahnya, dan menunggu keajaiban apa lagi
yang akan terjadi.
Pada keesokan harinya, ada beberapa prajurit dan pejabat
kerajaan yang datang ke rumah si pembuat tikar. Tentu si pembuat tikar merasa
terkejut, ada gerangan apa para prajurit dan pejabat istana datang mengunjunginya.
Ternyata kedatangan mereka bertujuan untuk menjemput dia dan istrinya ke
istana. Sang raja yang dahulu telah memerintahkan para pejabat dan pengawal
untuk menjemput mereka dan menjadikannya seorang raja, karena sang raja
terdahulu telah memutuskan meninggalkan tahta dan kemewahan untuk menjalani
pertapaan.
Akhirnya.. keinginan pembuat tikarpun kembali terkabul. Dia hidup
dalam kemewahan dan kemegahan, di hormati banyak orang. Apakah dia sudah merasa cukup? Ternyata
tidak.. kemewahan dan tahta yang di dapatkannya telah menumbuhkan sifat
keserakahan dan tamak dalam dirinya. Pada suatu hari.. dia ingin ganti baju,
tapi para pelayan bilang jika baju sang raja belum kering setelah di cuci
karena seharian itu mendung. Dan pada hari yang lain, dia ingin berenang dalam
kolam kerajaan. Tapi karena panas matahari yang terik, air kolam itu menjadi
sangat panas dan membuat kulitnya sedikit melepuh.
“apa gunanya menjadi raja jika hanya dapat memerintah dan di
hormati oleh manusia saja. Mungkin akan lebih menyenangkan jika matahari juga
tunduk atas perintahku dan mematuhiku. Besok aku akan datang lagi
ke hutan menemui si ular”. Kata pembuat tikar itu.
Pada keesokan harinya, dia datang lagi ke hutan sendiri
untuk menemui si ular.
“Apa lagi yang kau butuhkan?”. Tanya si ular.
“Aku belum merasa puas jika hanya di hormati dan dipatuhi
oleh manusia saja. Aku ingin agar matahari juga tunduk pada perintahku’. Kata pembuat
tikar itu dengan keangkuhannya.
Mendengar permintaan si pembuat tikar, ular ajaib itu
menjadi sangat marah. Lalu dengan amarah yang meledak, dia berkata pada pembuat
tikar itu..
“Kau memang dasar manusia tak tahu malu..!! kau serakah.. tamak..
dan sombong akan apa yang kau miliki. Kau sudah lupa pada derajatmu. Karena keangkuhanmu, kau ingin menyaingi kekuasaan tuhan? Pergilah..!! aku tak mau lagi
melihatmu. Pergi sekarang atau kau akan ku buat celaka”. Kata si ular.
Melihat ular yang sangat marah.. si pembuat tikar segera
lari dari tempat itu dan pulang ke istananya.
“Tidak mengapa permintaanku tak terkabul. Paling tidak, aku
masih tetap menjadi raja yang kaya dan di hormati”. Katanya sambil tersenyum.
Tapi beberapa hari kemudian dia dikejutkan dengan
kedatangan kembali raja yang lama. Ternyata si raja yang lama membatalkan
niatnya untuk menjadi pertapa dan memutuskan untuk menjadi raja kembali. Akhirnya,
si pembuat tikar pun di turunkan dari tahta dan di suruh kembali pulang ke
rumahnya dipinggir hutan. Akhirnya dia dan istrinya pun kembali pulang menuju
rumahnya di pinggir hutan.
“Ah.. tidak mengapa aku tak lagi menjadi raja, paling tidak
aku masih memiliki rumah yang megah dan harta yang cukup melimpah”. Gumamnya dalam
hati.
Tapi alangkah terkejutnya dia ketika tiba di rumahnya. Karena
rumahnya yang megah dan indah, kini berubah kembali menjadi sebuah gubuk kecil
yang reot dan jelek. Rumah megahnya telah berubah lagi seperti rumahnya yang
semula. Melihat kejadian itu, timbul penyesalan di hatinya. Dia lalu pergi ke
hutan untuk menemui si ular dan meminta maaf. Tapi setelah lama dia mencari,
ular ajaib itu tak juga dia temukan. Akhirnya, si pembuat tikar kembali hidup
dalam kemiskinan seperti sedia kala
dengan membawa penyesalan yang sangat dalam seumur hidupnya karena ketamakan
dan keserakahannya. >>>SELESAI<<<
Comments
Post a Comment